Oleh : Robby Anugrah
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Kisah ini saya dapat dari tausiyah seorang ustadz di sebuah pengajian bulanan, entah dari mana beliau dapatkan kisah itu, tapi yang pasti beliau orang yang dapat dipercaya dan sholih (insyaAllah), kisahnya pun cukup bermakna dan banyak pelajaran yang insyaAllah dapat kita petik. Fiktif memang, tapi kisah ini mengenai ibarah (perupamaan) dalam kehidupan manusia yang terkadang benar adanya dan sering kita jumpai, dan yang paling penting ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil darinya.
Semua ini saya tulis dengan redaksi saya sendiri, tapi insyaAllah tetap dalam koridor aslinya (tetap sama isinya dengan apa yang dikisahkan oleh ustadz tersebut), dengan sedikit saya tambahkan 'ibroh-'ibroh yang mudah-mudahan dapat kita ambil. Inilah kisahnnya, selamat membaca dan semoga bermanfaat. :-)
Setiap manusia pasti memiliki sahabat, entah itu sahabat sesungguhnya (istri, teman, saudara, dll) ataupun dia yang bersahabat dengan sesuatu yang dia suka, seperti orang yang bersahabat dengan buku, bahkan orang yang bersahabat dengan kemalasan (jangan ditiru! hee). Begitu pula dengan si fulan ini. Dia bersahabat dengan tiga orang temannya, yang ketiga orang temannya itu tentu saja tidak sama, ada yang baik, ada yang biasa, ada juga yang tidak begitu baik padanya. Namanya sahabat (juga dia manusia), si fulan ini pun bersikap tidak sama kepada tiga orang sahabat tadi. Kepada sahabat A dia bersikap kurang baik, bahkan adakalanya tidak memperdulikan. Jika dia diseru, seringkalinya dia tidak menghiraukan, memberi pun hanya barang-barang sisa yang sudah tidak dia butuhkan lagi. Sahabat A seolah dia pandang sebelah mata, tak ada harganya dibanding dengan sahabatnya yang lain. Padahal sahabat A begitu baik padanya, dia selalu mengajak pada kebaikan, menolong ketika kesusahan, memberi petunjuk dalam kesesatan, juga ada ketika dibutuhkan. Begitulah si fulan, seolah dia tidak tahu semua kebaikan sahabatnya tersebut (sahabat A). Kepada sahabat B si fulan cukup baik, kadangkala sering dia merindukannya. Ketika sahabat B itu membutuhkan sesuatu, dia juga sering membantunya. Bahkan sering juga dia memberikan sahabat B sesuatu, walau hanya secukupnya saja. Sebanding mungkin dengan sikap sahabat B padanya, sahabat B juga cukup baik, dia sering mengingatkannya pada suatu kebaikan, dia juga mengharapkan agar si fulan selalu dalam kebaikan dan keselamatan. Walaupun sahabat B tidak selalu ada ketika dia butuhkan. Sedangkan kepada sahabat C si fulan bersikap sangat baik sekali, apapun selalu dia berikan padanya, tak ada penyesalan jika dia harus mengeluarkan sesuatu untuknya, bahkan dia rela mengorbankan dirinya demi sahabatnya itu (sahabat C). Padahal apa yang dilakukan sahabat C padanya biasa saja, hanya saja dia selalu mengajaknya pada kesenangan, juga menuruti apapun keinginannya tanpa peduli apakah itu baik atau tidak. Bahkan kebanyakan dan seseringnya sahabat C itu mengajaknya pada kesalahan dan kelalaian. Tapi rupanya si fulan tidak menyadari akan ketidak baikan sahabat C itu. Hingga suatu hari si fulan harus mengalami suatu permasalahan yang menyebabkannya dipanggil oleh seorang hakim ke suatu pengadilan yang tidak dapat dia hindari. Dia berfikir kepada siapa dia harus meminta bantuan. Dia putuskan untuk menghubungi sahabat C (karena dia meras sahabat C-lah yang selalu dia beri, yang selalu dia korbankan diri demi dirinya) untuk memohon bantuan dan memintanya untuk menjadi pembela. Tapi yang ada hanyalah penolakan, sahabat C tidak bisa menolongnya, apalagi menjadi pembelanya. Bahkan untuk mengantarkan pun dia tidak bersedia. Barulah dia sadar akan ketidak baikan sahabat C. Kemudian dia mencoba menghubungi sahabat B, berharap mendapat bantuan dan pembelaan darinya, walau dengan sedikit rasa sungkan (b. jawa -karena ga tau b. indonesianya- hee), karena dulu hanya sekedar saja dia memberikan kebaikan. Tapi tanpa dia sangka jawaban sahabat B sedikit membuatnya lega, dia bersedia mengantarkannya, tapi hanya sampai pintunya saja, tidak bersedia masuk apalagi ikut membela. Kembali si fulan merasa kebingungan. Akhirnya dengan penuh rasa malu dia datang pada sahabatnya yang terakhir, sahabat A. Dengan harapan yang sama dia menceritakan semua yang terjadi padanya, dan meminta sahabat A membantunya dan menjadi pembela untuknya. Tak sedikitpun dia sangka, sahabat yang dulu dia acuhkan dan dia pandang sebelah mata itu ternyata bersedia membantunya, membelanya, juga mengantarkannya sampai ke tempat tujuan. Tapi dengan pembelaan sekedarnya, dan sesuai dengan apa yang dia beri dan lakukan dahulu. Tentunya semua itu adil dan pantas baginya. Akhirnya dia sadar akan semua itu, dan kini tinggallah penyesalan yang ada padanya.
Mungkin antum semua sudah bisa menebak kisah diatas adalah ibarah (perumpamaan) untuk apa, ya betul (kayak yang udah ditebak aja.. hee). Itu ibarah kehidupan dari kebanyakan manusia, tiga orang sahabat tadi diibaratkan : sahabat A adalah agama, sahabat B adalah keluarga, dan sahabat C adalah dunia. Sebagaimana kita ketahui bagaimana perlakuan kebanyakan manusia pada tiga hal tersebut, pertama terhadap agama, seringkalinya manusia mengabaikan dan seolah tidak memperdulikannya. Padahal agamalah yang menunjukkan dia jalan kebenaran, memberinya solusi dari segala bentuk permasalahan, juga menyelamatkan dia dari siksa api neraka (nanti di akhirat). Tapi sedikit sekali manusia yang sadar akan hal itu. Kedua terhadap keluarga, sikap manusia kebanyakan hanya sekedarnya saja, memberi hanya sekedar kebutuhan, memperhatikan juga hanya sekedar perhatian. Padahal keluarga juga cukup memberi arti pada hidup manusia, mereka adalah salah wasilah kita bisa diberi rizqi oleh Allah, mereka yang menjaga kita walau tidak selamanya. Berbeda perhatian dan pemberian manusia terhadap hal yang ketiga, yaitu dunia. Semua diberikan untuknya, siang malam rela banting tulang hanya untuk mencarinya, samapai-sampai dia lupa untuk memberi hak pada dirinya sendiri hanya untuk mencari dunia. Itulah sikap manusia terhadap hal yang seringkali membawa kemadhorotan baginya, dan lagi-lagi kebanyakan mereka tidak menyadarinya. Perumpamaan selanjutnya : permasalahan yang dialami manusia yang tidak bisa dia hindari itu adalah kematian, kemudian dia harapkan pertolongan dari dunia yang selama ini dia belakan diri untuk berkorban, tapi ternyata dunia tidak bisa menolongnya sama sekali. Harta yang dimilikinya tidak sanggup walaupun hanya mengantarkannya ke tempat peristirahatannya (baca : kuburan), mobil mewah, rumah megah, hanya bisa terdiam kita tinggalkan. Harapan selanjutnya dari keluarga dan para saudara, mereka walaupun menyayanginya, sedih karena ditinggalkannya, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa, hanya sekedar mengantarkannya ke liang lahat dan kemudian meninggalkannya tanpa membelanya dikala dua Malaikat datang menghampirinya. Kecuali hanya do'a yang bisa sedikit memperberat timbangan kebaikannya. Dan harapan terakhir dari manusia itu adalah agamanya, dia (agama) adalah satu-satunya hal yang siap menyertai, menolong, dan membela manusia ketika dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya selama dia hidup di dunia. Tentunya semua pembelaannya akan sesuai dengan bagaimana perilaku dan sikap manusia itu terhadap agamanya. Jika dia merperlakukan agamanya dengan baik (beriman, dan mengerjakan amal sholeh), pasti dia (agama) akan membela dia sekuat tenaga (memperberat amal kebaikannya, kemudian Allah masukkan dia ke dalam surga), dan sebaliknya jika manusia tidak memperlakukan agama dengan baik (tidak beriman, dan tidak juga mengerjakan amal sholeh), maka pembelaan itu pun akan sesuai dengan perilakunya (bahkan tidak akan membela, karena tidak ada amal kebaikan yang di perbuat). "wabasysyiri al-ladziina aamanuu wa'amiluu ash-shoolihaati anna lahum jannaatin tajrii min tahtiha al-anhaar" (al-baqoroh :25), "walladziina aamanuu wa'amiluu ash-shoolihaati ulaaika ash-haabu al-jannah, hum fiihaa khooliduun" (al-baqoroh :82)
Mudah-mudahan ada pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah tersebut.
Alhamdulillahi Robbil 'Alamiin
0 Komentar:
Post a Comment